Terbit Tanggal 22 Mei 2020 oleh Media iGlobalNews

Foto: Lurah Dibendung, Nanang saat diwawancarai media
SERANG, IGLOBALNEWS.CO.ID – Seorang oknum PNS di Kelurahan Cibendung, Kecamatan Taktakan Serang Banten diduga melakukan pungutan liar (Pungli) dengan memanfaatkan proses pembuatan AJB.
Kepala Kelurahan Cibendung Kota Serang, Provinsi Banten tersebut memerintahkan warga Kampung Cilowong dalam Pembuatan Akte Jual Beli dengan membebankan biaya di atas 1%, belum termasuk pembayaran Pajak (BPHTB).
Kegiatan tersebut berlangsung lancar karena keterlibatan RT mengambil biaya tersebut dengan berbagai alasan agar diproses pihak kelurahan.
Salah seorang warga, Sarikam menyampaikan kepada awak media iglobalnews.co.id, Kamis (21/5/2020). Ia mengatakan, “Dalam pembuatan AJB tersebut, pada awalnya kami ditawarkan oleh Pak RT untuk pembuatan Akte Jual Beli (AJB).”
“Dengan dalih adanya program pembuatan AJB dan untuk biaya administrasinya, kami diminta menyiapkan biaya sebesar Rp1,5 juta. Semua akan cepat selesai, janji Pak RT. Tapi, sampai hari ini pun tidak kunjung selesai,” Keluh Sarikam.
Terpisah, tawaran yang sama diterima Asari yang juga warga Cilowong untuk pembuatan AJB tersebut.
“Dikarenakan kami memiliki sebidang tanah kebun dengan luas 8.242 m milik orang tua. Tahun 2007, kami pun sudah membuat Surat Tanah tersebut karena adanya program Prona. Anehnya, saat kami menanyakan, menurut Pak RT Surat tersebut tidak jadi. Tetapi malah menyuruh kami membuat Akte Jual Beli,” ujar Asari polos.
Ia mengatakan, “Kami lalu mengajukan pembuatan AJB dengan biaya sebesar Rp. 7.500.000 dengan uang muka sebesar Rp. 4.000.000, itu pun di luar bayar pajak (BPHTB). Anehnya, surat yang diberikan adalah surat sertifikat yang dulu kami buat di tahun 2007.”
“Itu pun kami diharuskan menebus surat sertifikat tersebut sebesar Rp.250.000. Dengan adanya surat sertifikat, yang ulud kami buat tentu kami membatalkan pembuatan AJB. Ketika kami mempertanyakan masalah uang muka yang kami serahkan, Pak RT mengatakan uang tersebut tidak bisa diambil lagi sama Pak Lurah, dikarenakan sudah dipergunakan untuk pembuatan AJB,” ujar Asari.
“Surat terbut sudah jadi dan telah ditandatangani Pak Camat,” ujarnya.
Ketika ditemui awak media, Nanang selaku Kepala Kelurahan Cibendung membenarkan bahwa untuk pembutan Akte Jual Beli memang menugaskan kepada RT seandainya ada warga yang belum memiliki surat-surat.
“Kami memang menugaskan kepada RT, seandainya ada warga yang belum memiliki surat-surat seperti Sertifikat, Akte Jual Beli atau hibah segera diurus. Agar warga Kelurahan Cibendung memiliki surat-surat hibah atau Akte Jual Beli,” kata Nanang.
Ia mengatakan, “Dengan ketentuan, apabila diproses kelurahan, biayanya sebesar 1,5% dari harga Objek Tanah sebagaimana ditetapkan Pemerintah.”
“Dalam pelaksanaannya, Pak RT dan Pak RW tidak mau mengukur tanah jika tidak ada uang rokoknya, dan juga tukang ketik di kecamatan harus dikasih uang ketik,” ujar lurah santai.
Ketika dimintai tanggapannya, Maman selaku anggota Lapbas Laskar Pendekar Banten Sejati, mengatakan, “Perbuatan oknum aparat kelurahan tersebut terindikasi perbuatan melawan hukum. Karena apa yang dilakukan oleh oknum PNS tersebut tidak sejalan Pasal 32 ayat 1 PP 24/2016.”
“Di mana disebutkan, uang jasa honorarium PPAT, saksi tidak boleh melebihi 1 persen dari harga transaksi yang tercantum di dalam Akta,” kata Maman.
“Temuan kami di masyarakat, ketentuan yang berlaku bahkan di atas 5 persen. Praktek seperti ini jika merujuk pada UU 31/1999, Jo. 20/2001 termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan jabatan,” katanya.
Ia menambahkan, “Selain itu, jika merujuk pada UU Nomor 5/2014. PNS seharusnya melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan UU serta memberikan pelayanan publik, profesional dan berkualitas.
Cerita lain disampaikanbsalah seorang warga kepada media Iglobalnews.co.id. Ia mengatakan, “Kami mengajukan pembuatan Akte Jual Beli kebun belakang rumah seluas 200 m. Kami diminta untuk. menyiapkan dana sebesar Rp1,2 juta. Lalu kami tawarbdan Pak Lurah mengurangi Rp200 ribu, sehingga kami membayar kepada Pak Lurah Nanang sebesar Rp1 juta. Dan itu nilainya mencapai 5%.”
“Tapi, ketika kami menanyakan surat kami tersebut, Pak Lurah Nanang mengatakan belum jadi, dan itu berlangsung lebih dari 2 bulan tanpa hasil,” ujarnya.
Hal lain disampaikan juga oleh seorang Ketua RT, Kamdani saat bercerita kepada awak media. Ia mengatakan, “Kami diperintah Pak Lurah. Jika pembuatan AJB harus dikenakan biaya 5%.”
“Sementara ketika disinggung soal Pak Sarikam, beliau mengatakan bukan kami yang mengajukan, tetapi dia langsung dengan pak Lurah. Tetapi ketika menanyakan surat, justru ke pihak RT,” ujar Kamdani menghindar.
Penulis: Samudi.
Editor: Dny.










